Berkat nasihat dan pesanan Hizar supaya melupakan sengketa dengan Ervan, Surihani menggagahkan diri untuk ke banglo menyiapkan muralnya. Tepat saat dia membuka pintu, dia dilanda kejutan sampai terkaku di muka pintu. Ervan sedang melakukan sesuatu terhadap muralnya.
“Hei! Kamu buat apa tu?”
Jeritnya bergegas menghampiri dengan prasangka buruk - Ervan cuba mensabotaj muralnya!
“Hai… aku cuma mau bantuin kamu nyiapin mural ini. Lagian aku bingung sendirian di sini. Gak tau mau bikin apa.”
Kata Ervan bersama sebuah senyuman mesra.
Surihani terpaku. Benar, Ervan sedang mewarna dengan teliti. Bahkan rasanya sudah hampir 10% motif batik itu diwarnakan oleh Ervan. Tidak ada cacat celanya. Sama seperti sampel di dalam kertas bersaiz A4 yang disediakan oleh Surihani sebagai rujukan.
“Kamu gak suka?” tanya Ervan dengan suara lembut.
Seketika suara Ervan itu membuatkan Surihani tertegun. Tertanya-tanya mengapa Ervan tiba-tiba berubah menjadi selembut itu dengannya. Cepat-cepat Surihani menggeleng. Dan ketika itu Surihani baru menyedari perubahan lain terhadap diri Ervan. Lelaki itu tidak lagi berpakaian super-necis. Sebaliknya mengenakan vest hitam ketat yang memperlihatkan susuk tubuhnya dan board short jenama Diesel.
Sekarang Surihani jadi tahu mengapa ramai gadis begitu menggilai Ervan setengah mati. Pakailah apa saja, jejaka itu tetap kelihatan kacak – ganteng bak kata orang Indonesia. Soalnya, pakaian Ervan sekarang ini bakal membuatkan banyak mata perempuan akan terpikat kerana melihat badannya yang tegap dan liat! Cuma sayang, kulitnya putih. Terlalu putih bagi penilaian mata Surihani. Kalau kulitnya gelap sedikit, mesti nampak lagi tough dan memikat!
Hoi, Surihani! Cukup! Ini tak boleh jadi! teriak batinnya. Tubuh jejaka itu seakan punya daya magnet, terus-terusan menarik mata Surihani untuk menatapnya.
Ervan merenung Surihani dengan kening bertaut rasa hairan. Pelik melihat sikap Surihani agak aneh. Menatapnya lama tetapi tidak berkata apa-apa seperti sedang menilai.
Jangan-jangan cewek itu mulai naksir[i] aku! Batin Ervan membuat andaian sendiri.
Dari sisi, Ervan mengambil peluang mengamati Surihani dari hujung rambut sampai
********************************************************************
[i] maksudnya ada minat (admire) atau suka,
ke hujung kaki. Hmm… wajah dan bodinya lumayan juga sih. Tapi juteknya, minta ampun! Rasanya dia satu-satunya cewek yang sering berusaha menghindari aku! Ervan berkata-kata di dalam hati.
“Ervan Prima Sakti!!!”
Laungan itu mengejutkan Ervan dan Surihani. Mereka sama-sama berpaling ke arah pintu. Ada beberapa orang yang tidak dikenali muncul di situ. Seorang gadis bertubuh semampai meluru, terus memeluk Ervan sehingga mendorong Ervan melekap ke dinding. Tanpa segan-silu, dia mengucup pipi Ervan bertalu-talu.
Surihani terngadah melihat perbuatan lepas laku itu.
“Reta! Lepasin gue!”
Ervan kelihatan berusaha melepaskan diri daripada pelukan gemas gadis yang dipanggilnya dengan nama Reta itu. Secara spontan juga matanya sempat melirik ke arah Surihani. Dan hatinya berdesir aneh saat melihat Surihani memandang dengan muka tanpa emosi tetapi matanya tajam. Kemudian mencemik sinis sebelum kembali mengerjakan mural.
“Aku kangen sama kamu, Van. Ngapain kamu ke sini gak bilang sama aku?”
Reta terus mengganding lengan Ervan. Tetapi Ervan menolak keras, pantas mendekati teman-temannya yang lain.
“Ervan! My friend!”
Irawan mendepangkan tangan, menyambut Ervan ke dalam pelukannya. Mereka sama-sama ketawa keras. Satu per satu temannya, Jason, Ardi dan Satya diraih ke dalam pelukan. Kemudian bersalaman dengan Nancy, kekasih Jason.
Ervan membawa teman-temannya itu duduk di sofa tanpa mempedulikan Surihani.
“Ngapain kalian ke mari?”
Soal Ervan menatap teman-teman lelakinya tanpa menghiraukan Reta yang terus menyandar di bahunya. Macam mana pun ditolak, Reta akan tetap melentok di situ, jadi biar sahajalah!
“Mau bikin surprise buat elu. Kangen sama elu. Tapi elu enggak ada khabar berita kayak ditelan bumi! Nah, keliatannya elu masih sukses hidup, masih ganteng donk! Cobak bilangin sama gue, berapa ramei cewek di sini ngefans sama lu?” ejek Irawan.
“Enggak lucu tau!”
Getus Ervan pura-pura marah tetapi wajahnya jelas berbinar bahagia melihat kedatangan mengejut teman-temannya itu. Sambil tertawa senang, Ervan sempat mengerling ke arah Surihani. Namun, gadis itu kelihatannya sudah tidak mempedulikan mereka. Tekun dengan kerjanya.
“Eh, Van... siapa sih tuh cewek?”
Tanya Ardi yang sejak tadi juga asyik tertoleh-toleh ke arah Surihani.
Ervan mencerunkan matanya.
“Elu naksir dia?”
“Kalo iya, kenapa? Sudah ada pacarnya?”
Tanya Ardi lagi, jelas kelihatan semakin berminat.
“Enggak tau. Tuh cewek jutek amat. Mama mengontrak dia melukis mural di sini. Jadi, gue gak tau apa-apa tentang dia.”
Ervan berdalih. Pura-pura tidak mengenali Surihani. Nyata di dalam hatinya, terbit rasa tidak senang apalagi melihat lirikan nakal mata Ardi. Dia tahu benar sifat ‘buaya’ temannya itu.
“Van, jutek itu lebih ke karakteristik, bukan fizikal. Kalo penampilan sih, gue lihat dia tetep cewek abis. Cobak lu renungi dia, padahal di balik semua itu sebenarnya, dia sama saperti cewek-cewek lain yang punya sisi feminin. Hanya mungkin saja gak pernah ditunjukkan ke orang-orang lain kecuali sama someone specialnya dia. Pendapat gue sih, dia termasuk golongan cewek yang independent, tegas dan berintegritas. Pokoknya, dia masih perawan!”
Ardi berkata sambil tidak lepas memandang Surihani. Senyum nakal terkilas di bibirnya.
Mata Ervan terbelalak. Dia kenal akan senyuman Ardi itu. Senyuman ‘buaya’ mahu menerkam mangsa!
“Elu jangan macam-macam, Di! Masa sih lu tau tuh cewek masih perawan atau enggak?” Ervan sudah gusar.
“Loh? Itu gampang sih!”
Kata Ardi lalu berbalik memandang Surihani. Tangannya melukis udara mengikut bentuk tubuh Surihani.
“Cobak lu perhati punggungnya. Jelas mantap, tidak goyah sebab dagingnya masih solid. Huih, kalo dipegang pasti ngerasa gak lembut, pejal, artinya dia masih suci. Tapi cobak lu liat Si Nancy nih, punggungnya memang berisi dan besar tetapi gak kental, punggungnya nampak jatuh, lebih-lebih di saat dia berjalan, goyangannya tidak melantun. Artinya Nancy pernah melakukan hubungan badan sama Jason!”
“Sialan lu, Di!”
Jason dan Nancy sama serentak berteriak memaki Ardi. Merah padam muka mereka menahan malu dikenakan oleh Ardi terang-terangan. Irawan dan Reta ketawa terbahak-bahak.
Tetapi semua itu tidak lucu bagi Ervan. Hatinya merasa tidak senang melihat Ardi bersungguh membandingkan Surihani dan Nancy dalam soal perawan. Mujur Surihani tidak mendengar kerana telah menyumbat telinganya dengan earphone MP3.
“Kenalin dia sama gue, Van!” pinta Ardi.
“Gue gak mau jadi mak comblang[i] lu!”
Getus Ervan. Semakin gelisah kerana jelas Ardi yang baru pertama kali melihat Surihani sudah menaruh minat yang mendalam.
Huh! Aku gak akan mungkin kenalin mereka berdua!
“Eitss… jangan-jangan lu naksir dia!”
Tebak Ardi separuh mengejek setelah melihat tampang Ervan yang resah.
“Apa? Benar begitu Van?”
Reta terjerit. Semerta melototkan mata ke arah Ervan. Api cemburu segera meruap di matanya. Sangat khuatir kalau benar Ervan menaksir gadis itu.
“Oh, great! Elu jangan bikin onar, Di!” Ervan memberikan amaran kepada Ardi.
“Ya, udah deh. Jangan berantem. We are here to have fun. So Ervan, gimana? Kami sanggup liburan dua minggu demi lu. Bisa clubbing di rumah elu ntar malam?”
Irawan mengutarakan cadangan.
“Yah… mampir saja. Kalian mau nginap di sini juga bisa,” sahut Ervan tetapi agak datar.
“Seruuuu!!” Irawan yang terlebih gembira.
******************************************************************************************
[i] 1 orang yg menghubungkan laki-laki dan perempuan dl perjodohan atau percintaan; 2 muncikari; jaruman
Ervan kembali tersenyum senang. Malam ini, dia tidak akan sendirian.
5 comments:
bestlah cerita ni!
tak sabar plak nak baca betul2... ni, maen2 je
alhamdulillah selesai baca semalam.
berjurai-jurai air mata dibuatnya bagaikan diri sendiri yang berada di tempat Surihani.
tahniah kepada penulis.
berapa ek harga buku ni jln cerita dia mmg best...like...
sungguh menarik buku ni.. rasa sayang nak habiskan beberapa helai ni.. banyak pengajaran
Post a Comment