...DAN CINTA PUN TERSENYUM

2

“Apa elu[i] bilang? Say it again Ervan!”

Irawan terjerit lalu melepaskan dumb-bell. Memandang Ervan yang sedang melakukan workout di mesin pentural-fly dengan gigihnya. Lagak seperti mahu jadi ahli bina badan terulung. Mujur sahaja tubuh badan Ervan yang lampai itu tidak keterlaluan berotot. Cuma hasil rutin teratur di gym, susuk Ervan tampak maskulin sempurna. Bonus kepada wajah tampan darah campuran yang dimilikinya.

“Yeah, I’m going to stay at Pulau Besar, Johor! Malaysia!”

Sedikit keras suara Ervan mengulangi apa yang sudah diberitahunya sebentar tadi. Lagi pula dia agak terganggu kerana dalam masa yang sama, masih melakukan workout. Regangan tangan ke depan, ke sisi itu membuatkan otot lengan dan bahunya menyembul. Turun naik mengikut rentak gerakan yang dilakukan.

***********************************************

[i] digunakan oleh Suku Betawi sejak bertahun-tahun untuk menyebut “Anda / Kamu”.

“Lu bercanda! Masa sih lu gampang ke sana, Ervan? Lu tega ninggalin Jakarta? Karier modeling lu gimana? Sana punya disco-tech enggak? Fitness club? Spa? No more rich and famous life, am I right?”

Bertubi-tubi soalan diajukan oleh Irawan.

“Gue[i] enggak tau, Ir! Sama sekali enggak tau semua itu. Pokoknya gue tetap harus ke sana karena papa bilang kami semua bakalan tinggal di pulau itu. Sooner or later!”

Muka Ervan semakin memerah. Geram sungguh mendengar pertanyaan Irawan itu.

“Apa?! Artinya, lu bakal jadi warga Malaysia?”

Mulut Irawan ternganga luas. Terasa dunianya bakal jadi gelap-gelita.

Dia bakal kehilangan teman sejati. Kerana walaupun mereka sama-sama tinggal di kawasan paling elit di Jakarta iaitu Pondok Indah, namun keluarga Ervan jauh lebih kaya daripada keluarganya. Papanya cuma punya firma arsitektur di Wisma Pondok Indah 2. Sedangkan papa Ervan punya cabang perusahaan seperti tekstil, pembalakan dan barang kemas!

Ervan benar-benar lahir dalam dulang emas dan menikmati kehidupan sebagai anak tunggal seenaknya. Namun Ervan tidak pernah lokek dengannya. Mereka sudah bersahabat sejak dari kecil dan sama-sama melanjutkan pelajaran di Amerika.

“Iya! Mama gue, kan asalnya Malaysia? She sacrificed her life to marry my papa. Jadi, papa mau ngabisin hari tuanya bersama mama di sana. Di pulau itu! Dan pulau itu adalah rumah kedua kami!”

Ervan menayang muka tidak puas hati. Merasakan dirinya telah menjadi mangsa keadaan.

“Loh! Kok, emangnya lu harus ikut sekali? Lu di sini aja deh, Van… katakan saja bahwa lu mau kendalikan semua perusahaan papa lu di sini. Masa sih papa lu nggak mengandalkan lu? Lu, kan satu-satunya putranya?”

Irawan pantas sahaja mengemukakan idea yang bernas pada firasatnya.

“The fact is papa memang nggak mengandalkan gue untuk semua perusahaannya itu. Papa hanya mau gue ngurusin resort di Malaysia itu. Papa mau gue ganti tugas mama di situ. Katanya, mama sudah capek terbang ulang-alik ke sana. Papa telah rancangkan semuanya sejak gue masih di US lagi. I am the only son and I am owner to be Prima Sakti Resort! Moreover, my name is Ervan Prima Sakti! So, tell me how I am gonna get rid of this!”

Ervan melepaskan pemegang mesin pentural-fly.

“Hidup lu bakalan musibah Van!”

Irawan separuh memprovok. Tergeleng-geleng sambil berkeluh berat. Matanya secara tidak langsung memandang Ervan dari hujung rambut hingga ke hujung kaki. Temannya yang gagah lagi tampan itu nescaya tidak akan betah tinggal di pulau!

“You are frightening me!”

Sela Ervan menjeling Irawan dengan penuh geram.

“I’m telling you the truth Van! Gue kenal banget[i] sama lu. Elu itu sok bule. Iya, yang benar emangnya lu punya darah bule[ii], dan gue yakin lu pasti enggak pantas tinggal di pulau itu, a place where trouble is likely! Mana mungkin makhluk keren[iii], ganteng[iv] seperti lu bisa tinggal di situ. You always perfectly groomed. Justeru, siapa yang mau lihat ketampanan lu di sana? Monyet? Atau ikan-ikan di laut barangkali…”

Irawan jujur menyatakan pandangan. Dia tahu sikap Ervan. Setiap detik harus menjaga penampilan. Apa lagi Ervan punya kelebihan fizikal, gagah dan tampan. Ke mana sahaja dia pergi, pasti akan jadi perhatian.

He is really a hot stuff neither for girls nor for a gay!

Mujur saja Ervan itu lelaki normal.

Demi mendengar hujahan Irawan itu, Ervan termati akal. Yeah, it will be my worst nightmare! Dia tidak ingat bagaimana rasanya berada di pulau itu. Kali terakhir dia menjejakkan kaki ke resort milik keluarganya itu ialah ketika dia berusia tujuh tahun. Ketika resort itu baru dibuka. Lebih tepat lagi ketika resort yang dinamakan sempena namanya itu dirasmikan. Tetapi, itukan 20 tahun dahulu?

“Bagaimana dengan Reta? Does she know about this?” Tanya Irawan, memaksudkan kepada gadis bernama Reta Lestari yang kini sedang bercuti panjang di Singapura.

“No.” Ringkas jawapan Ervan.

“Lho, kenapa? Bukannya Reta itu pacarnya lu?” Irawan terpinga-pinga.

*********************************************

[i] sangat

[ii] orang kulit putih (terutama orang Eropah dan Amerika); orang Barat

[iii] 1 tampak gagah dan tangkas; 2 galak; garang; lekas marah; 3 perlente (berpakaian bagus, berdandan rapi, dsb)

[iv] cantik, elok dan gagah, tampan

 “Who’s telling you that joke?”

Mata Ervan mencerun. Kurang senang mendengar gelaran ‘pacar’ itu.

“Reta sendiri bilang sama gue. Bukan cuma gue, pada teman kita yang lain juga. Katanya elu dan dia bakalan bertunang!” jelas Irawan.

“Hello! She’s not my type! Gue enggak pernah declare ada hubungan sama dia!”

Ervan kelihatan tertekan apabila dikaitkan dengan Reta. Kepalanya terasa begitu berserabut. Ngapain tuh Reta ngaku aku ini pacarnya? Cewek sinting[i]! Kalau Reta itu bukan anaknya Om Fabian, adik papaku, pasti saja aku nyingkir dia terus dari hidup aku!

Omel Ervan dengan geram di dalam hati.

“Tapi dia memuja lu!” tekan Irawan.

“Dia kalo ngomong sama lu, lagi pakei ‘aku-kamu’. Cewek sama cowok tuh nggak akan ngomong ‘aku-kamu’ kecuali mereka ada apa-apanya.”

Ervan mula terasa panas hati. Sambil bercekak pinggang, dia berkata,

“Dengar ya Ir, gue gak peduli dia ngomong pakei ‘aku-kamu’ sama gue. Selain dia sepupunya gue, Reta itu sama aja seperti cewek-cewek lain yang ikut-ikutan memuja dan naksir gue karna gue ini The Most Eligible Bachlor. That’s it!”

“Kok gengsi-gengsian[ii] lu!”

Tuduh Irawan sedikit mencemik.

***********************************************************

[i] 1. senget (sendeng) sedikit letaknya,miring; 2. bp agak gila, kurang siuman

[ii] kehormatan dan pengaruh; harga diri; martabat; geng·si-geng·si·an v suka (sok) bergengsi;

 “Gue enggak gengsi, Ir. This is fact. Apa enggak ada cewek lain yang lebih mutu? Gue enggak suka cewek mepet[i] kayak[ii] Reta itu!” kilas Ervan agak marah.

Menyedari Ervan agak beremosi, Irawan mengangkat tangan tanda mengalah.

“Iya, udah deh. Gue tau lu lagi depressed gara-gara harus tinggal di pulau ditemani monyet!”

Namun di hujung kata, Irawan ketawa mengejek.

“Damn you!” getus Ervan.

Sehelai tuala lembap dengan peluh berbaur haruman Diesel Fuel For Life melayang tepat mengenai muka Irawan.

“Sialan lu, Ervan!”

Jerit Irawan terkocoh-kocoh menepis tuala itu daripada mukanya.

Ketawa Ervan bergema. Jahat sekali bunyinya. Namun sekejap kemudian tawanya semakin pudar bersama raut wajah yang semakin murung. Iya, benar kata Irawan mana mungkin aku tinggal di pulau itu! It will be the worse nightmare in my life!

Batin Ervan menjerit resah.

************************************************

[i] 1 berdekatan satu dng yg lain; dekat sekali sampai menempel; rapat; 2 mendesak

[ii] seperti; sebagai